12.01.2008

JAMINAN KERUGIAN OLEH PIHAK KETIGA DALAM BANK ISLAM


Saya termasuk beruntung, hari Sabtu sore yang lalu (29 November 2008) masih sempat hadir dalam diskusi bulanan El-Muntada, yang bulan ini disampaikan oleh Ust. Oni Sahroni, MA, tentang "Dhaman al-Fariq ats-Tsalits fi Masharif al-Islamyah". Atau "Menanggung kerungian oleh fihak ketiga, dalam Bank Islam".

Setidaknya hasil dari diskusi kita itu dapat disimpulakan sebagai berikut
Sebagaimana dimaklumi bersama, bahwa salah satu buah dari gerakan Islam, adalah munculnya lembaga keuangan Islam, terutama dalam hal ini munculnya bank-bank Islam di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Tahun-demi tahun grafik menunjukkan adanya perkembangan bank Islam yang terus naik bahkan melesat dalam segi kuantitas. Namun demikian perkembangan yang terus meningkat dari segi kuantitas ini belum mampu diikuti oleh perkembangan kualitas. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal:

Pertama: Dibeberapa Negara, bank Islam belum mampu bekerja secara maksimal karena belum memiliki payung hukum yang kuat.

Kedua: Karena belum ada payung hukum yang pasti, maka bank-bank Islam masih bekerja dan bergerak dalam atmoster undang-undang keuangan konvensional yaitu riba.

Ketiga: Pertumbungan dan perkembangan kuantitas bank-bank Islam yang signifikan tersebut belum diimbangi dengan perkembangan kuantitas kader, sehingga para pelaku bank-bank Islam masih banyak diisi oleh kader-kader yang dibesarkan dalam atmosfer bank konnvensional, yang dengan demikian secara otomatis cara berfikir mereka sangat dipengaruhi oleh atmoster tersebut.

Keempat: yang lebih penting dari itu, adalah bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya berinteraksi dengan bank Islam. kebanyakan mereka masih belum siap untuk berubah haluan dari bank konvensional menuju bank Islam. Karena bank konvensional menjamin modal mereka, sehingga para pemodal pasti mendapatkan keuntungan, dan tidak terdapt resiko sema sekali, sementara dalam bank islam ada resiko kerugian.

Dari factor terakhir inilah, kemudian muncul permasalahan dalam bank Islam yaitu sulitnya bank-bank Islam mendapatkan para penabung atau penanam modal, karena moyoritas masyarakat masih dihantui oleh kerugian.

Nah, untuk memecahkan permasalah ini, muncullah terobosan ide baru yang dilontarkan oleh Dr. Mundzir al-Qoff. Dan telah diterapkan oleh bank Islam Yordania.
Ide tersebut menyatakan bahwa perlu dicari pihak ketiga yang bersedia menjamin para pemodal jika terjadi kerugian. Dalam arti lain, pihak ketiga ini bersedia memberikan janji untuk membayar jumlah kerugian yang dialami oleh pihak pemodal jika ternyata bank telah gagal menjalankan proyek investasinya.

Masalahnya adalah apa mungkin ada pihak yang bersedia menjamin kerugian tersebut. Ternyata jawabannya bukan saja mungkin tapi nyata, karena ternyata Lembaga Wakaf Yordania bersedia untuk menjadi pihak ketiga ini, dengan alasan untuk menyelamatkan dan menggairahkan bank Islam, sehingga masyarakat dapat menjalankan aktifitas ekonominya jauh dari riba.

Namun tidak berarti ide ini mulus tampa penentang. Banyak ulama' yang kurang setuju dengan hal ini. Alamasan yang mereka kemukakan diantaranya:

1- Dalam akad mudharabah, para pemodal menanggung resiko kerugian materi (uang) sementara para investor menanggung kerugian kerja. Para investor tidak boleh dibebani oleh kerugian materi lagi, karena jika ini terjadi maka ia akan menanggung kerugian ganda, dan ini tidak mencerminkan nilai keadilan yang sangat dijunjung tinggi oleh Islam.

2- Jadi jika pihak investor (pihak kedua) tidak wajib menanggung atau menjamin kerugian material, maka pihak ketiga lebih tidak wajib lagi.

3- Upaya ini akan menjadikan akad mudharabah yang sejatinya berbeda dengan akad pinjaman yang diterapkan di bank konvensional, karena terdapat di dalamnya resiko (al-Mukhotarah), dengan adanya pihak ketiga yang menjamin kerugian ini menjadi tidak ada bedanya dengan bank konvensional, sehingga harapan agar persepsi masyarakat bisa berubah dalam mensikapi harta dan riba menjadi tidak terjadi.

Namun para pendukung ide ini bukan tidak memiliki jawaban atas alasan-alasan yang menyatakan keberatan pihak penentang.

Bahwa posisi pihak ketiga hanyalah sebagai dermawan, dan akadnya hanya janji untuk menjamin jika terjadi kerugian. Tapi walaupun janji menurut madzhab maliki wajib ditunaikan.

Jaminan ini hanya diberikan hanya dalam kondisi dharurat, dan diambilkan dari dana-dana carity (tabarru'at).

Jaminan ini berlaku dalam kondisi tertentu, jika kondisi masyarakat dan perkembangan bank telah stabil dan membaik, maka konsep ini tidak akan diterapkan lagi. Jadi posisinya hanya untuk membantu memecahkan yang selama ini dihadapi oleh bank-bank Islam, sepaya dapat memerankan perannya dengan optimal.

Walaupun, ide tentang jaminan kerugian oleh pihak ketiga ini masih menjadi polemic antara ulama' , namun demikian terobosan ide perlu dihargai sebagai semangat untuk memperjuangkan nilai-nilai dan syariat Islam.

Inilah beberapa hasil terpenting dari diskusi bulanan Muntada untuk bulan November 2008. kita ucapkan terima kasih kepad presentator (Ust Oni Sahroni, MA) dan para peserta diskusi yang sempat hadir.

Kontribusi dan partisipasi kawan-kawan S2-S3, selalu dinantikan.

No comments: