4.19.2008

KABUS HITAM ITU

Sebelum anda membaca catatan ringan ini, mohon pejamkan mata anda terlebih dahulu, lalu bayangkan bahwa anda saat ini sedang berada dihadapan sebuah pengumuman kenaikan tingkat di Fakultas anda masing-masing. Pengumuman yang tercantum dihadapan anda terdiri dari dua kertas: disebelah kanan dan sebelah kiri. Kertas pertama (sebelah kanan) memuat daftar nama mahasiswa/i yang lulus, dan kertas kedua (sebelah kiri) memuat daftar nama mereka yang rasib. Dan -mohon maaf-, apa kesan dan perasaan anda, jika seandainya saat itu anda menemukan nama anda termaktub dalam deretan nama-nama mahasiswa/i yang rasib?. Bagaimana gerak jantung anda saat itu?, bagaimana kondisi anda saat kembali pulang ke rumah?, bagaimana perasaan anda ketika anda berpapasan dengan kawan anda di jalan, lalu ia bertanya kepada anda, ... gimana, kamu lulus atau ngak?, lalu ketika anda sampai di rumah, dan teman anda bertanya dengan pertanyaan yang sama, bagaimana anda harus menjawabnya?, dan bagaimana anda melewati hari-hari selanjutnya?, ketika ada perkumpulan dan di situ ada perkenalan, yang diantaranya perkenalan tentang akademis masing-masing pererta, bagaimana anda harus mengungkapkannya, yang lebih penting lagi bagaimana perasaan anda saat itu?, atau ketika anda menelepon ke tanah air, saat anda berbicara kepada bapak dan ibu anda, apa yang anda harus katakan ketika mereka bertanya tentang perkembangan studi anda?. Mampukah anda membayangkan semua ini?. Atau jangan-jangan anda pernah mengalaminya, apa anda rindu ingin mengalaminya sekali lagi?. Renungkanlah dan jawablah pertanyaan-pertanyaan diatas dengan penuh kejujuran.
Ketika seseorang tidak lagi mampu membayangkan dan merasakan akhir dari apa yang bakal terjadi dikemudian hari, yang pada akhirnya mendorongnya untuk bekerja keras berdasarkan apa yang ia bayangkan itu, maka pada hakekatnya ia telah mempersiapkan sebuah pesta kepahitan di masa yang akan datang.
Orang seperti ini tidak saja bisa disebut ceroboh, Rasulullah bahkan menjulukinya “Orang-orang lemah “al-âjiz” yang tidak memiliki kecerdasan”, atau “Orang-orang yang kekuatan logikanya tidak lagi berfungsi karena ditutup oleh hawa nafsunya”. Mari kita baca pesan Rasul kita ini dengan seksama: “Al-kayyisu man dâna nafsahu ma’amila limâ ba’dal mauti, wal âjizu man atba’a nafsahu hawâhâ, tsumma tamannâ ‘alallah” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Disini Rasul kita menengarai bahwa pangkal dari segala kebodohan ini adalah hawa nafsu, ia bagaikan preman yang bila menguat akan berkuasa dan meluluh lantakkan segalanya, termasuk di dalamnya kekuatan logika.
Nafsu ini bisa dikendalikan mana kala seseorang memiliki bayangan yang jelas tentang akhir dari dua perjalanan hidupnya: Kebahagiaan abadi, atau Kesengsaraan abadi. Bayangan inilah yang memberinya kekuatan untuk bisa menundukkan nafsunya, dan jika nafsu mampu dikendalikan, maka potensi yang dimilikinya bisa diarahkan untuk mempersiapkan bekal perjalanan abadinya dikemudian hari. Orang seperti inilah yang disebut Rasulullah sebagai “al-Kayyis” atau orang yang cerdas.
“Malas” sudah barang tentu bagian dari “hawa nafsu”, tapi ia bukan satu-satunya. “Beraktifitas ria tanpa kendali dan target” juga bagian dari “hawa nafsu”. Seorang yang telah tenggelam dalam aktifitas tanpa arah ini, biasanya akan terbuai, mabuk kepayang, sehingga logikanya tidak akan lagi mampu memetakan masa depannya dengan cermat, atau menghentikan laju aktifitasnya dengan tegas. Jika demikian biasanya satu-satunya hal yang bisa menyadarkannya dari alam mimpi itu adalah pengumuman bahwa ujian tinggal sekian hari lagi, lalu ketika melihat “mareri-materi” kuliyahnya masih menumpuk dan belum tergarap, kemungkinan yang biasa terjadi adalah: pertama: panik, dan bingung dimana akhir dari babak ini adalah satu epesode yang disebut “putus asa”, dan “masa bodoh”. Kemungkinan kedua adalah: ketergugahan, bagai bangun dari lamunan panjang, tapi ia mampu mengendalikan diri dari goncongan keras ini, lalu mengambil langkah seribu untuk mengejar ketertinggalan. Orang seperti ini, seringkali berakhir dengan kemenangan, tapi tak jarang berakhir dengan kegagalan.
Maka jika anda termasuk orang-orang yang baru tersadar dari mimpi “aktifitas” panjang, dan anda termasuk orang-orang yang bisa membayangkan kepahitan yang bakal terjadi saat anda diterpa kabus kegagalan, maka sebaiknya anda mengambil langkah-langkah berikut ini:
1. Hiduplah dengan membawa “kegelisahan” akan kepahitan kegagalan itu, peluklah ia erat-erat, bawalah kemanapun anda pergi, kalau perlu bawalah sampai ke alam mimpi anda, bawalah ia ke dalam do’a-do’a anda, kedalam munajat anda, dan ke dalam tangisan anda dihadapan Allah. Insya Allah, Ia mendengar jeritan hati itu bila anda ungkapkan dengan ketulusan, lalu Ia pasti akan membukakan pintu RahmatNya tanpa batas, dimana anda sendiri akan duduk tercengang karenanya.
2. Hargai perdetik waktu anda, jangan biarkan terbang tanpa membawa hadiah berharga untuk anda. Jika ini terjadi, menyesallah dengan cara membayar detik-detik yang telah terbuang tanpa faedah itu.
3. Lalu susunlah agenda perjuangan anda dengan cermat dan teliti, kemudian melajulah dengan langkah pasti, dengan semangat baja, dan pada saat itu, jangan pernah lagi menengok ke belakang, atau hanya sekedar menoleh ke kiri atau ke kanan, karena itu akan melemahkan semangat anda.
Jika anda tidak siap dengan langkah-langkah diatas, maka bersiap-siaplah dengan kabus hitam yang akan menyelimuti hidup anda dikemudian hari. Jangan pernah percaya dengan orang-orang yang mengatakan bahwa anda akan tetap bisa menjalani kehidupan anda dengan baik, jika anda “gagal”. Semua ungkapan itu bagaikan tipuan muslihat para penyihir fir’aun yang akan memperdaya mata anda, dengan merubah tali-temali menjadi ular yang bergerak-gerak. Anda harus memiliki prinsip dan keyakinan yang kokoh sekokoh tongkat Musa, yang ketika tali-tali sihir itu dilontarkan, tongkat Musa anda itu akan melahab habis tali-tali tipu muslihat itu tanpa sisa sedikitpun.
Semua ini bukan sekadar omong kosong, atau hanya retorika belaka, penulis sendiri telah merasakan bagaimana getirnya kegagalan, dan sakitnya kekalahan. Maka anda tidak perlu iseng untuk mencobo sesuatu yang sudah jelas-jelas akan merugikan anda dan menjadikan kehidupan anda terpuruk.
Selamat Menempuh Ujian, selamat bekerja keras, “fasayarallahu ‘amalakum warasuluhu wal mu’munûn”. Allah, Rasul, dan teman-teman anda akan melihat hasil kerja anda pasca ujian nanti.
Semoga Allah Melimpahkan Rahmat dan TaufikNya selalu. Amin.