7.15.2009

NEGARA ISLAM YANG BUKAN ILUSI (1)


(1). PROBLEM DEFINISI
Sanggahan atas buku Ilusi Negara Islam

Akhir-akhir ini, umat Islam di Indonesia dikejutkan oleh terbitnya sebuah buku yang merupakan pertama dalam sejarah umat Islam di Indonesia semenjak pertama kali Islam masuk Nusantara sekitar abad 12 Miladi( ). Sebuah buku yang belum ada tandingannya hingga oleh karangan para orientalis sekalipun dalam upaya menfitnah, menghasut, mengadu domba dan memecah belah umat Islam di Indonesia.

Buku ini menjadi penting karena diberi pengantar oleh seorang profesor akademisi dan kiyai besar, masing-masing mantan Ketua Umum sebuah Organisasi Masyarakat terbesar kedua dan pertama di Indonesia, serta ditutup dengan tulisan akhir (epilog) dari seorang kiyai spritualis karismatik, yang baru-baru ini mendapat gelar doktor honoris kausa, dan merupakan tokoh penting dilingkungan Nahdhiyyin.

Buku yang penulis maksud, dan tentu sudah diketahui oleh para pembaca sekalian dan sudah maklum bersama adalah Ilusi Negara Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia.

Buku ini menyoroti perkembangan tiga gerakan yang oleh penyusunnya disebut sebagai gerakan transnasional, yaitu: Gerakan Wahabi, Ikhwan Muslimin dan Hizbuttahrir, serta dengan gamblang mengungkap kegelisahan para penulis dan penelitinya akan laju dan pengaruh tiga gerakan tersebut yang mulai meluas di Indonesia.

Tulisan ini mencoba mereview buku yang kontroversial tersebut lalu menyangga beberapa pemikiran mendasar yang dilontarkan di dalamnya secara objektif dan terperinci, dalam poin-poin berikut( ).
1. Probelm Definisi
2. Problem Metodologi
3. Problem Konten
4. Negara yang mereka impikan

(1). Poblem Definisi

Buku ini mendefinikan gerakan garis keras ke dalam dua level; individu dan organisasi. Individu garis keras didefinisikan ke dalam delapan kreteria sbb:

"(1) orang yang menganut pemutlakan atau absolutisme pemahaman agama; (2) bersikap tidak toleran terhadap pandangan dan keyakinan yang berbeda; (3) berperilaku atau menyetujui perilaku dan/atau mendorong orang lain atau pemerintah berperilaku memaksakan pandangannya sendiri kepada orang lain; (4) memusuhi dan membenci orang lain karena berbeda pandangan; (5) mendukung pelarangan oleh pemerintah dan/atau pihak lain atas keberadaan pemahaman dan keyakinan agama yang berbeda; (6) membenarkan kekerasan terhadap orang lain yang berbeda pemahaman dan keyakinan tersebut; (7) menolak dasar negara pancasila sebagai landasan hidup bersama bangsa Indonesia; (8) dan atau menginginkan adanya Dasar Negara Islam, bentuk Negara Islam, ataupun khilafah Islamiyah"

Sementara organisasi garis keras didefinisikan ke dalam kriteria sebagai berikut:
((1) kelompok yang merupakan himpunan individu-individu dengan karakteristik yang disebutkan di atas, (2) ditambah dengan visi dan misi organisasi yang menunjukkan orientasi tidak toleran terhadap perbedaan, baik semua karakter ini ditunjukkan secara terbuka maupun tersembunyi)

Di sisi lain buku ini mendifinisikan Islam moderat ke dalam lima kriteria, berikut:
1) individu yang menerima dan menghargai pandangan dan keyakinan yang berbeda sebagai fitrah; (2) tidak mau memaksakan kebenaran yang diyakininya kepada orang lain, baik secara langsung atau melalui pemerintah; (3) menolak cara-cara kekerasan atas nama agama dalam bentuk apa pun; (4) menolak berbagai bentuk pelarangan untuk menganut pendangan keyakinan yang berbeda sebagai bentuk kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi negara kita; (5) menerima dasar negara pancasila sebagai landasan hidup bersama dan bentuk negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sebagai konsesus final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang melindungi perbedaan dan keramaman yang ada di tanah air)

Sementara organisasi moderat didefinisikan sebagai:
(1) kelompok yang memiliki karakteristik seperti yang tercermin dalam karakteristik individu moderat, (2) ditambah dengan visi dan misi organisasi yang menerima dasar negara pancasila sebagai landasan hidup bersama bangsa indonesia dan bentuk negara kesatuan republik indoneesi (NKRI)) sebagai konsesus final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Hal. 47-49)

Pertanyaan yang masih menggelanyut di benak banyak pembaca adalah: "Dari mana kriteria tentang Individu dan organisasi Garis keras dan moderat dibuat ?", Bukankah mengherankan, buku sepenting ini –karena akan meletakkan 3 kelompok dalam posisi akan mengancam masyarakat bahkan NKRI- tidak menyebutkan dari mana referensi kriteria-kriteria mereka dibuat.

Ternyata jawabannya tidak sulit, karena ternyata delapan kriteria diatas tidak keluar dari kriteria hasil penelitian tim yang dibentuk oleh Rand Corporation, yang diterbitkan dalam sebuah judul buku "Building Moderate Muslim Networks( ).
Untuk mengkomparasikan antara dua kriteria mari kita mencoba melihat kriteria versi "Building Moderate Muslim Networks" di bawah ini.

Untuk mengklasifikasikan kelompok yang akan menjadi target, hasil laporan meletakkan 11 pertanyaan sebagai tolak ukur dan standar. Sebelas kreteria yang diformat dalam sebuah pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.

[APPLICATION OF CRITERIA

Therefore, in determining whether a group or movement meets this characterization of moderation, a reasonably complete picture of its worldview is needed. This picture can emerge from the answers given to the following questions:

1. Does the group (or individual) support or condone violence? if it does not support or condone violence now, has it in the past ?
• Apakah kelompok atau individu tersebut menerima kekerasan atau melakukannya? Jika tidak menerimanya sekarang atau mendukung kekerasan saat ini , apakah telah melakukannya pada masa yang lalu ?
2. Does it support democracy? and if so, does it define democracy broadly in terms of individual rights ?
• Apakah kelompok tersebut mendukung (menganut) paham demokrasi ? jika memang demikian, apakah demokrasi yang mereka anut telah sesuai dengan pemahaman yang luas dan memiliki keterkaitan dengan hak-hak individu ?
3. Does it support internationally recognized human rights?
• Apakah mereka mendukung hak asasi manusia seperti yang telah disepakati secara internasional.
4. Does it make any exception (e.g. regarding freedom of religion)?
• Apakah ada pengecualian dalam hal ini (seperti: yang berkaitan dengan kebebasan beragama)
5. Does it believe that changing religions is an individual right?
• Apakah kelompok ini menganut paham bahwa konversi agama merupakan hak individu ?
6. Does it believe the state should enforce the criminal-law component of Shari' a?
• Apakah mereka menganut paham bahwa Negara wajib menjalankan syariat Islam dalam hal hukum kriminalitas ?
7. Does it believe the state should enforce the civil-law component of shari'a? Or does it believe there should be non-shari 'a options for those who prefer civil-law matters to be adjudicated under a secular legal system?
• Apakah mereka menganut paham bahwa Negara wajib menerapkan syariat yang berkaitan dngan perundang-undangan sipil ? dan apakah mereka menganut paham bahwa diperlukan adanya alternative yang tidak bersandarkan kepada syariah bagi yang menginginkan untuk kembali kepada undang-undang sipil dalam bingkai undang-undang secular ?
8. Does it believe that members of religious minorities should be entitled to the same rights as Muslims?
• Apakah mereka menganut paham bahwa minoritas wajib mendapatkan hak yang sama sama dengan hak-hak yang diperoleh oleh orang muslim ?
9. Does it believe that a member of a religious minority could hold high political office in a Muslim majority country?
• Apakah mereka menganut paham bahwa dimungkinkan bagi salah satu anggota minoritas untuk menduduki posisi (jabatan politik) yang tinggi dalam pemerintahan dalam masyarakat yang mayoritas beragama Muslim ?
10. Does it believe that members of religious minorities are entitled to build and run institution of their faith (churches and synagogues) in Muslim majority countries?
• Apakah mereka menganut paham bahwa para minoritas berhak membangun tempat ibadah seperti (gereja atau sinagog), di Negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim ?
11. Does it accept a legal system based on nonsectarian legal principles?]
• Apakah mereka menerima undang-undang yang dibangun diatas prinsip-prinsip syariah non sectarian ( ).

Jelas, buku ilusi menjadikan poin kekerasan dan penerapan syariah, sebagai kriteria utama dalam upaya mengklasifikasikan gerakan garis keras, dan poin-poin tersebut secara tegas disebut dalam kriteria "Building Moderate Muslim Networks". Sehingga dapat disimpulkan: Jika penulis buku Ilusi Negara Islam mengaku bahwa mereka telah mengadakan penelitian selama dua tahun, itu artinya penelitian tersebut dimulai pada tahun 2007, tahun dimana buku Building Moderate Muslim Networks diterbitkan, yang dengan demikian penelitian Ilusi Negara Islam tak lain merupakan realisasi dari rekomendasi tersebut.

Ini berkaitan dengan sumber (referensi) definisi garis keras dan moderat, adapun tentang poin-poin dalam kriteria definisi gerakan keras dan moderat akan kita bahas sebagai berikut:

Kriteria individu garis keras dari nomor satu hingga nomor enam, merupakan kriteria umum yang dapat diterima, masalah yang perlu dicermati adalah, apakah ktiteria-kiteria tersebut tepat jika diterapkan pada ketiga kelompok yang dianggap oleh penyusun buku tersebut sebagai "garis keras". Mari kita cermati masalah ini, dengan seksama.

Pertama: Hal yang dapat dinilai gegabah dan tidak metodologis adalah ketika penyusun buku ini menaruh tiga kelompok yaitu, Wahabi, Ikhwan muslimin, dan Hizbuttahrir dalam satu keranjang sebagai kelompok garis keras, tanpa dilakukan pemilahan secara ilmiah. Padahal ketiga kelompok tersebut memiliki karasteristik yang berbeda satu sama lain, lebih dari itu apa dan siapa yang mereka maksudkan dari gerakan wahabi, apakah yang mereka maksud adalah gerakan salafi, jika bernar, gerakan salafi sendiri terbagi kedalam beberapa faksi( ): Ada faksi Salafi Tradisional (Salafiyyah Taqlidiyyah), Ada faksi salafi jihadi (Salafiyah Jihadiyah) yang mengambil jihad sebagai sarana dalam melakukan dakwah dan perubahan, faksi inipun di Indonesia terdiri dari berbagai faksi( ), Ada faksi Salafi Reformasi atau Pergerakan (Salafiyah Ishlahiyah atau Harakiyah), sehingga menjadi sangat gegabah dan tidak ilmiah sama sekali tatkala buku ini meletakkan tiga kelompok dengan berbagai faksinya dalam satu keranjang yang sangat mengerikan yaitu "kelompok garis keras".

Lebih aneh lagi, dengan menyitir pendapat Sadanand Dume, sang editor menandaskan bahwa PKS lebih berbahaya dari JI, bagai pancasila, UUD 45, dan NKRI( ).

Kedua: dalam kriteria pertama: "(1) Orang yang menganut pemutlakan atau absolutisme pemahaman agama; Apa yang dimaksud dengan pemutlakan atau absolutisme pemahaman agama ?. disini penulis tidak menemukan penjelasan secara rinci dan mendalam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (absolut=mutlak, sementara absolutisme; bentuk pemerintahan dengan semua kekuasaan terletak di tangan penguasa) (KBBI, edisi, III, hal. 3).

Absulutisme dalam pemahaman agama dapat didefinisikan sebagai; sebuah keyakinan bahwa dirinya/kelompoknya adalah satu-satunya pemegang resmi pemahanan keagamaan yang dianggap mutlak benar dan sah, karenanya harus diambil, yang secara otomatis menganggap pemahaman orang lain sebagai pemahaman yang mutlak salah, karenanya harus ditinggalkan dan diperangi.

Jika definisi diatas disepakati, yang menjadi masalah kemudian adalah bahwa buku Ilusi Negara Islam ini juga tidak memberikan satu dalil empirispun yang menyatakan bahwa ketiga kelompok –yang dianggap sebagai gerakan keras itu-, termasuk kelompok yang memenuhi kriteria sebagai kelompok yang menganut absolutisme pemahaman agama; baik berupa tulisan maupun perbuatan.

Dalam realitanya, kelompok yang menganut paham absolutisme pemahaman agama memiliki ciri, mudah menvonis kafir, bid'ah, sesat, musyrik jahiliyah dan sejenisnya terhadap pihak yang berbeda pendapat dengannya tanpa dalil dan burhan, tapi sekali lagi, buku yang –konon- disusun oleh para akademisi dan sarjana itu, tidak memberikan pembuktian secara nyata masuknya ketiga kelompok yang menjadi objek pemhasannya ke dalam penganut absolutisme pemahaman keagamaan.

Sebaliknya, justru dengan mudah kita dapat menemukan praktek absolutisme pemahaman agama ini dalam buku Ilusi Negara Islam ini, berikut beberapa dalil empirik yang membuktikan kebenaran klaim ini:

Pertama: Penyusun buku ini selalu menggambarkan ketiga kelompok tersebut sebagai garis keras, sekaligus mengklaim sebagai pemahaman yang bertentangan dengan Islam, tradisi budaya dan corak keberagamaan bangsa Indonesia, serta telah menodai kehormatan dan kemuliyaan Islam:

(Menyadarkan para elit dan masyarakat bahwa paham dan ideologi garis keras yang dibawa oleh gerakan Islam transnasional dari Timur Tengah dan disebarkan oleh kaki tangannya di Indonesia bertentangan dengan Islam serta tradisi, budaya dan corak keberagamaan bangsa Indonesia yang sejak lama bersifat santun, toleran dan moderat). (hal. 229)

(Alasan melawan gerakan garis keras adalah: a. untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan islam yang telah mereka nodai dan sekaligus untuk menyelamatkan NKRI dan pancasila. b. mengembalikan keluhuran ajaran islam sebagai rahmatan lil alamin, dan ini merupakan salah satu kunci untuk membangun perdamaian dunia). (Gusdur, musuh dalam selimut).

Terkadang digambarkan sebagai para penganut ideologi totalitarian-sentralistik dengan pemahaman dan pengamalan agama yang terbatas dan dangkal, namun sok ingin mewakili Allah:

(Mereka menganut ideologi totalistarian-sentralistik yang menjadikan agama sebagai justifikasi teologis bagi ambisi politiknya. Sedangkan agenda utama mereka adalah untuk menjadi wakil Allah. Dengan segala keterbatasan dan kedangkalan pemahaman dan pengamalannya atas ajaran islam, mereka mereasa berhak mewakili-Nya.) (hal.223)

Lebih dari itu, sang editor dalam pengantarnya tanpa malu dan ragu-ragu meletakkan lawan polemik dan politiknya dalam sebuah judul besar "Musuh Dalam Selimut".

Padahal jelas, sebagaimana yang mereka percayai dan yakini bahwa pemahaman keagamaan mereka, merupakan salah satu versi dari versi-versi pemahaman yang berkembang di Indonesia, dengan demikian tidak dibenarkan bagi siapapun untuk meng-klaim bahwa pemahaman pihak lain sebagai pehamaman yang bertentangan dengan Islam, tradisi, budaya dan corak keberagamaan bangsa Indonesia, karena klaim-klam tersebut akan berhadapan vis a vis dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: "Bertentangan dengan pemahaman yang mana ?, tradisi yang mana ?, dan budaya serta corak keberagamaan bangsa Indonesia yang mana?". Tentunya pertentangan tersebut terjadi dengan pemahaman keagamaan yang mereka fahami. Nah Berdasarkan definisi absolutisme diatas, bahwa berpegang teguh kepada salah satu versi pemahaman keagamaan, dan menganggap itu yang paling benar, sehingga implikasinya, menyatakan bahwa versi pemahaman pihak lain menjadi tidak sah, bertentangan dengan Islam, menodai kemuliaan Islam, pemahaman yang dangkal, sok mewakili Tuhan dan seterusnya, adalah pengejawantahan yang sesungguhnya dari bentuk absolutisme.

Maka tidak mengherankan jika, paradigma ini kemudian membawa mereka kepada keterjebakan kedalam sikap tidak toleran, menebarkan permusuhan dan kebencian kepada orang lain, yang berbeda pandangan, sebagai mana yang mereka sebut dalam kriteria nomor 2 dan 4( ) :

Misalnya, Dengan yakin sang editor mengobarkan semangat perlawanan terhadap gerakan yang ia yakini telah menodai kehormatan Islam tersebut seraya berkata:

(Alasan melawan gerakan garis keras adalah: a. untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan islam yang telah mereka nodai dan sekaligus untuk menyelamatkan NKRI dan pancasila. b. mengembalikan keluhuran ajaran islam sebagai rahmatan lil alamin, dan ini merupakan salah satu kunci untuk membangun perdamaian dunia). (Gusdur, musuh dalam selimut).

Dalam tujuan studi ini juga disebutkan, bahwa hasil studi ini diharapkan bisa menjadi batu loncatan bagi gerakan perlawanan terhadap agenda gerakan Islam transnasional di Indonesa bahkan seluruh dunia:

(Sementara secara praksis, hasil studi ini diharapkan bisa menjadi batu loncatan bagi gerakan perlawanan terhadap agenda gerakan Islam transnasional di Indonesia dan seluruh dunia, memobilisasi para pemimpin dan umat Islam yan belum terkontaminasi ideologi gerakan garis keras untuk secara sadar melawan penyebaran ideologi mereka) (hal. 47).

Paradigma Absolutisme penyusun buku Ilusi Negara Islam ini, akhirnya terjerembab juga kedalam lubang kriteria ke lima dan ke tiga yang mereka buat sendiri( ).

Pada halaman 229 buku ini disebutkan sebagai berikut:

(Menyadarkan para elit dan masyarakat bahwa paham dan ideologi garis keras yang dibawa oleh gerakan Islam transnasional dari Timur Tengah dan disebarkan oleh kaki tangannya di Indonesia bertentangan dengan Islam serta tradisi, budaya dan corak keberagamaan bangsa Indonesia yang sejak lama bersifat santun, toleran dan moderat). (hal. 229)

Karena tujuan dari gerakan penyadaran para elit dan masyarakat adalah supaya mereka yakin bahwa paham –yang mereka kategorikan sebagai ideologi garis keras- benar-benar bertentangan dengan tradisi, budaya dan corak keberagamaan bangsa Indonesia, yang selanjutnya pemahaman ini membawa kepada perlawanan yang nantinya berakhir dengan pelarangan, dan ini adalah bentuk paling riil dari sikap memaksakan pandangannya sendiri kepada orang lain.

Disamping itu, ketiga gerakan yang dikategorikan sebagai gerakan keras tersebut dalam buku ini selalu digambarkan sebagai gerakan para mafia yang memiliki ambisi kekuasaan dan olehkarenanya digambarkan sebagai gerakan yang akan menjadikan semua pihak yang mengganggu kelancaran tercapainya misi ini (dalam hal ini terutama NU dan Muhammadiyah) sebagai musuh:

(untuk saat ini, mereka masih bisa bersatu karena merasa menghadapi musuh bersama, yakni umat Islam moderat yang menolak formalisasi agama dan lebih menekankan spiritualitas dan keberagamaan substantif. Kelak, jika kelompok moderat telah berhasil dikuasai, mereka akan bertikai diantara mereka sendiri untuk merebut kekuasaan mutlak di tanah air kita) (Hal. 225)

Sehingga lengkap sudahlah perangkat untuk mengadu domba umat Islam di Indonesia; satu sisi, "Kelompok Garis Keras" digambarkan sebagai mafia yang akan membumi hanguskan semua musuhnya (dalam hal ini terutama NU dan Muhammadiyah), di sisi lain digambarkan sebagai bahaya laten yang akan mengancam ormas moderat bahkan keutuhan bangsa, sehingga harus ditumpas dan diperangi.
_________________________

(1) Tentang masuknya Islam ke Nusantara masih menjadi perdebatan diantara para sejarawan Indonesia, dan belum menemukan kata sepakat dalam hal ini.
(2) Tentu dengan memohon pertolongan dari Allah swt. Agar diberi taufik serta kekuatan untuk dapat menyelesaikan cocatan ringan ini sebagai bagian dari tanggung jawab dan beban moral sebagai Thalibul ilmi yang kebetulan sedang mendalami masalah siyasah syar'iyyah.
(3) Dua tahun lalu, Rand Corporation mengeluarkan sebuah laporan hasil penelitian tepatnya pada akhir bulan Maret 2007 (Rabiul Awwal 1428), dengan judul: ([Building Moderate Muslim Networks, RAND Center For Middle East Public Policy, March 2007, California, USA) MEMBANGUN JARINGAN MUSLIM MODERAT.
Laporan ini merupakan kelanjutan dari serial penelitian yang telah digarap oleh Pusat Pemikiran dan Penelitian terkemuka dan berpengaruh ini, dengan tujuan menemukan strategi baru guna menghadapi Dunia Islam, pasca peristiwa 11 September.
Yang baru dari laporan tahun 2007 ini adalah bahwa laporan ini memberikan beberapa rekomendasi serta Draft program yang bersifat aplikatif kepada pemerintah Amerika agar dapat berlajar dan mengambil pengalaman dari kemenangan Amerika dalam perang dingin, terutama keberhasilan pemerintah Amerika dalam menekan laju pertumbungan pemikiran Komunisme. Pengalaman berharga ini sangat penting digunakan dalam menghadapi pertumbuhan gerakan Islam Modern.
Kajian ini digarap oleh sebuah tim yang terdiri dari para ahli/pakar di Amerika yang saat ini bekerja di pusat penelitian tersebut, yang diantaranya adalah: Angel Rabasa, peneliti akademis yang dulu pernah menjabat posisi penting di kementrian luar negeri dan kementrian pertahanan Amerika. Angel Mendapat gelar doktoralnya dari Universitas Harvard Amerika, selain bahasa Inggris, ia menguasi empat bahasa lain, yaitu Perancis, Italia, Yunani dan Spanyol. Ia telah menulis beberapa buku serta kajian seputar Dunia Islam. Turut membantu dalam dalam menyiapkan laporan ini, peniliti terkemuka Sheriel Binard, yang turut membantu menyeiapkan hasil kajian sebelumnya yang populer pada tahun 2005 seputar Islam demokrasi Sipil. Sheriel adalah salah satu anggota tim Rand Corporation untuk dunia Arab (Qatar), dan dikenal memiliki pandangan yang negatif terhadap Islam.
Penelitian ini memakan waktu 3 tahun. Dan dalam rangka menyiapkan laporan itu tim ini telah melakukan berbagai kunjungan dan interview dengan para pemikir dan tokoh terkemuka baik di Amerika, Eropa, maupun dunia Islam. Dan inilah yang menjadikan hasil laporan ini benar-benar istemewa.
Laporan hasil penelitian yang terdiri dari 217 halaman ini, dibagi ke dalam Mukaddimah, dan 9 pasal, serta kesimpulan. Kajian ini berusaha memindahkan tabiat konflik pemikiran dari Islam Vs Barat, menjadi pertentangan antara dunia barat Vs dunia Muslim seperti yang pernah terjadi pada masa perang dingin, antara pasukan timur Vs pasukan barat.
Laporan hasil penelitian ini juga menekannkan bahwa perang yang sesungguhnya adalah perang pemikiran disamping perang militer atau masalah keamanan, dan bahwa untuk memenangkan pertempuran melawan teroris tidak akan mungkin terjadi hanya dengan memenangkan pertempuran militer saja, tapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana pemikiran Islam –yang disebut sebagai pemikiran ekstrem (garis keras)- dapat dikalahkan.

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN DAN TUJUAN LAPORAN
Laporan hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perang pemikiran antara barat dan dunia Islam, dan dalam perang pemikiran ini diperlukan untuk mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, diantara pengalaman terpenting untuk diambil pelajaran adalah pengalaman perang pemikiran melawan aliran sosialisme/komunisme selama perang dingin. Untuk itu laporan ini merekomendasikan kepada pemerintah Amerika agar memanfaatkan pengalaman tersebut serta mencari sebab-sebab kesuksesannya, apa saja yang terulang dan dapat dimanfaatkan kembali, baik dalam sarana, planing, maupun program dalam rangka memanage perang melawan gerakan Islam.
Laporan ini juga membuat komparasi antara perang pemikiran melawan komonisme dan perang yang terjadi saat ini melawan dunia Islam. Dalam masalah ini laporan ini mengkhususkan sat fasal tersendiri sebagai penelitian. Laporan ini juga berpendapat akan pentingnya merebut penafsiran dari tangan gerakan Islam, serta melakukan koreksi terhadap penafsiran tersebut, sehingga berjalan sesai dengan kondisi dunia saat ini, serta selaras dengan undang-undang internasional dalam bidang demokrasi dan hak-hak manusia serta masalah gender.
Laporan ini juga memberikan stressing terhadap pentingnya mewujudkan definisi yang jelas terhadap terminologi Islam Moderat, disesuaikan dan diselaraskan dengan apa yang dikehendaki oleh barat. Kemudian definisi ini dijadikan sarana dan alat untuk menentukan siapa saja yang dianggap Moderat di dunia Islam, dan membedakannya dengan orang-orang yang mengaku sebagai Orang yang moderat yang tidak sesuai dengan definisi Amerika dan Barat.
Laporan ini juga menegaskan bahwa redefinisi termenologi moderat merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung kepentingan politik Amerika. Oleh karena itu diharapkan Amerika terus mendukung individu dan lembaga yang masuk dalam daftar pengertian Moderat sesuai dengan penafsiran Amerika, dan yang diajukan dalam laporan hasil penelitian ini.
Laporan ini juga merekomendasikan agar pemerintah Amerika memperhatikan masalah pembuatan dan dukungan terhadap jaringan sekularisme dan liberarisme serta modernisme yang memunuhi syarat moderat sebagaimana yang difahami oleh Amerika, serta menggunakan jaringan tersebut untuk menghadapi gerakan Islam, yang dipandang oleh laporan ini tidak boleh dijalin kerjasama dan dukungan dalam bentuk apapun, walaupun sebagian kelompok tersebut mengaku sebagai kelompok yang moderat, yang mengajak kepada terciptanya hubungan yang harmonis serta dialog, serta meninggalkan kekerasan.
Laporan ini menganjurkan agar tidak terjadin adanya kerjasama dengan kelompok gerakan Islam manapun, dan dalam membangun jaringan aliran moderat ini hendaknya fokus dan stressing pada aliran sekuler, liberal dan modernis saja. Laporan ini menempatkan upaya redefinisi dan reinterpretasi makna moderat sebagai hasil terpenting.
Diakhir laporan ini, dikemukakan beberapa pemikiran dan usulan seputar upaya optimalisasi jaringan Muslim Moderat serta mendukungnya secara internasional agar dapat memerankan fungsi dan tugasnya dalam membatasi gerak aliran dan gerakan Islam serta mereduksi bahayanya.
(4) Building Moderate Muslim Networks, RAND Center For Middle East Public Policy, March 2007, California, USA, pp. 60.
(5) Tahawwulat as-salafiyah al-muashirah baina al-ishlahiyah wal ihyaiyyah, Dr. Rafiq Habib, www.Islamonline.com (04-05-2009)
Secara terperenci Dr. Rafiq Habib, memberikan penjelasan tentang ketiga faksi Salafi tersebut sbb:
السلفية الجهادية: وهي تقوم على التغيير بالقوة، سواء في مواجهة الأنظمة الحاكمة أو في مواجهة القوى الغربية المهيمنة، أو في مواجهة الاحتلال العسكري.
السلفية التقليدية: وهي تمثل الفكر السلفي وتنشره بين الناس، وتهتم ببناء الفرد والمجتمع والأمة، وتعمل من خلال الدعوة والتربية، وتؤجل كل ما له علاقة بالسياسية، ومواجهة العدو الخارجي، وتعمل على تحصين المجتمعات الإسلامية ضد الغزو الثقافي، وتميل إلى الحيطة والحذر؛ لذا تتشدد من أجل حماية الهوية الدينية والحضارية، وهي تمثل جوهر فكرة السلفية، والتي توجد لدى مختلف الاتجاهات. كما أنها تعمل من خلال هدنة بينها وبين الأنظمة الحاكمة، وتنادي بطاعة ولي الأمر، ولكنها في الوقت نفسه تدعو لدولة إسلامية تختلف عن الدولة القائمة، وتدين ضمنا كل نظم الحكم، وإن لم تسمح بالخروج عليها.
السلفية الإصلاحية: وهي تمثل التوجهات التي قررت خوض غمار العمل السياسي، وقبلت بالديمقراطية كآلية لتحقيق الشورى، وتحقيق ولاية الأمة على الحاكم، وحقها في اختياره ومحاسبته. وهذا الاتجاه يطور من أفكاره بالقدر الذي يحتاجه تفاعله العملي المباشر مع الشأن العام، ويحاول طرح صيغ عملية للتعامل مع الشأن السياسي والشأن الاجتماعي العام.

(6) Gerakan Salafi Modern Di Indonesia, Sebuah Upaya Membedah Akar Pertumbuhan Dan Ide-Ide Substansialnya, Muhammad Ikhsan, (Universitas Indonesia-Program Pascasarjana, Program Studi Kajian Timur Tengah Dan Islam, Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Luthfi Zuhdi, MA, Jakarta, 2006)
(7) "Hanya ada pemikiran kecil yang membedakan PKS dari JI. Seperti JI, manifesto pendirian PKS adalah untuk memperjuankan Khilafah Islamiyah. Seperti JI, PKS menyimpan rahasia sebagai prinsip pengorganisasiannya, yang dilaksanakan dengan sistem sel yang keduanya pinjam dari Ikhwanul Muslimin ... Bedanya, JI bersifat revolusioner sementara PKS bersifat evolusioner. Dengan bom-bom bunuh dirinya, JI menempatkan diri melawan pemerintah, tapi JI tidak mungkin menang. Sebaliknya, PKS menggunakan posisinya di parlemen dan jaringan kadernya yang terus menjalar untuk memerjuangkan tujuan yang sama selangkah demi selangkah dan suara demi suara ... Akhirnya, bangsa Indonesia sendiri yang akan memutuskan apakah masa depannya kan sma dengan negara-negara Asia Tenggara yang lain, atau ikut gerakan yang berorientasi ke masa lalu dengan busana jubah fundamentalisme keaamaan. PKS terus berjalan seberapa jauh ia berhasil akan menentukan masa depan Indonesia" (Hal. 27).
(8) Kriteria nomor (2) Bersikap tidak toleran terhadap pandangan dan keyakinan yang berbeda; (4) memusuhi dan membenci orang lain karena berbeda pandangan;
(9) Kriteria nomor (5) Mendukung pelarangan oleh pemerintah dan/atau pihak lain atas keberadaan pemahaman dan keyakinan agama yang berbeda; (3) berperilaku atau menyetujui perilaku dan/atau mendorong orang lain atau pemerintah berperilaku memaksakan pandangannya sendiri kepada orang lain;

No comments: