12.07.2008

SERIAL PARA PIONER UMMAT (3)


AL-HASAN AL-BASHRI
[Imam Para Tabi’in dan Faqih zamannya]

Imam para Tabi’in
Sebelum wafat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkhutbah, mengingatkan kepada umat Islam akan bahaya besar yang bakal menimpa, seraya bersabda:
“Bukan kefakiran yang aku takutkan, tetapi aku takut jika dunia ini telah dibuka untuk kalian, sebagaimana telah dibuka untuk orang sebelum kalian, lalu mereka saling bersaing, berkompetisi untuk merebutkannya, sebagaimana kamu akan bersaing, berkompetisi, lalu ia akan menghancurkan kalian sebagaimana ia telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian”.
Ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah benar-benar terjadi pada umat ini, harta berlimpah, sarana-sarana kemewahan di dalam negara Islam tersedia dimana mana, godaan materi semakin dahsyat, dan terus menyerang masyarakat sehingga hampir-hampir melenyapkan eksistensi mereka dan memutus mereka dari amal shaleh serta fenomena keimanan; yang telah terukir dengan indah pada masa kenabian dan khilafah rasyidah seperti: kembali keharibaan Allah dengan jujur, keyakinan yang kental kepadaNya, bermati-matian berjalan di jalanNya, menyampakkan segala macam bentuk syahwat, mengecilkan hiasan dunia, rindu akan mati syahid dan surga, khusu’ dalam shalat, keni’matan dalam do’a, lemah lembut dan kasih sayang, zuhud dan mementingkan orang lain ……… namun karena kasih sayang Allah yang sangat tinggi kepada Umat ini, maka untuk menghadapi tantangan yang besar terebut, Ia mempersiapkan tokoh-tokoh besar yang ikhlas serta duat-duat mukmin yang tangguh. Mereka menghadapi bahaya tersebut dengan segala daya dan upaya yang mereka miliki, mereka mampu membentengi umat ini, agar tidak terseret oleh arus materi dan diperbudak oleh syahwat.
Diantara deretan para da’I dan pembaharu dari Tabi’in yang peling ternama adalah sejumlah nama berikut: Said bin Jubair, Muhammad bin Sirin dan Sya’bi. Namun pembawa bendera serta pelopor mereka adalah Al-Hasan Al-Bashri (yang menjadi pembahasan kita kali ini). Semoga Allah merahmati dan meridhainya.

Kelahiran
Di pagi yang cerah, tepatnya tanggal 21 H, dua tahun terakhir dari kekhalifahan Umar bin Khattab, seorang pemberi kabar datang kepada Umi Salamah Radhiyallahu anha, menyampaikan kabar gembira bahwa tuannya “khairah” telah melahirkan seorang bayi mungil yang diberi nama “Al-Hasan”.
Hati Ummu al-mukminin berbunga-bunga mendengar kabar itu, beliau segera mengutus seseorang untuk membawa sang Ibu dan putranya kepadanya karena “Khairah” merupakan orang yang paling ia cintai dan dekat dengan hatinya.
Tidak begitu lama, datanglah “khairah” dengan membawa putranya. Bayi mungil itu tanpak tanpan, wajahnya cerah dan sempurna serta menyenangkan bila dipandang.
Ummul Mukminin segera mengendong “Al-Hasan” lalu mendoakan anak itu dengan do’a-do’a kebaikan, lalu menunjukkan kepada Amir Mukminin Umar bin Khattab, dan sejumlah sahabat Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka turut mendo’akan anak itu, demikian pula Al-Faruq Umar Radhiyallah anhu seraya berkata: “Ya Allah jadikanlah ia orang yang faham terhadap masalah agama, dan dicintai oleh manusia”.
Kegembiraan tidak hanya menyelimuti rumah Ummu al-mukminin; Ummu Salamah, namun turut serta dalam merayakan kegembiraan ini beberapa rumah lain di Madinah, yaitu rumah sahabat agung Zaid bin Tsabit al-Anshari; sahabat nabi dan penulis wahyu, sebab “Yasar”; Ayah “Al-Hasan”, merupakan tuannya juga. Baginya “Yasar” merupakan orang yang paling mulia dan ia cintai.

Masa perkembangan
Al-Hasan bin Yasar; yang kemudian dikenal dengan Al-Hasan Al-Bashri, tumbuh dari lingkungan rumah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam, serta dididik dalam pangkuan Ummu al-mukminin; Ummu Salamah Radhiyallahu anha.
Seringkali “Khairah”; Ibu Al-Hasan keluar untuk mencari beberapa keperluan Ummul mukminin, pada saat seperti ini si kecil –yang masih menyusu- seringkali menangis, terkadang tangisannya menjadi-jadi, maka Ummu Salamah segera mendekapnya, lalu menyusuinya, untuk mengalihkan perhatiannya selama ditinggal oleh ibunya. Karena cintanya yang tinggi kepada si kecil, Ummu Salamah rela memeras susunya sehingga keluar air susu yang segar, si kecil lalu menyusu dengan lahap dan akhirnya berhenti menangis.
Sehingga sering disebut bahwa sesungguhnya derajat hikmah yang di capai oleh Al-Hasan adalah bersumber dari air susu yang ia minum dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha; istri Nabi Sallahu alaihi wasallam.
* * *
Dengan demikian, Ummu al-mukminin; Ummu Salamah menjadi Ibu bagi Al-Hasan dari dua sisi: Pertama: Ibu salah seorang mukmin (karena istri Nabi adalah Ibu bagi orang-orang mukmin), kedua: sebagai ibu Susuan.
Selain itu, karena hubungan yang dekat dan kuat dengan para Ummahat mukminin, serta kedekatan kediaman satu dengan lain, maka ini membuka peluang baginya untuk seringkali mengunjungi rumah-rumah tersebut secara keseluruhan yang dengan demikian memungkinkan baginya untuk mencontoh akhlaq penghuninya, serta menjadikannya petunjuk.
Si kecil yang beruntung ini, memenuhi rumah-rumah itu dengan gerak yang lincah, permaiannya yang dinamis, hingga ia pernah menerima genteng rumah ummahat al-mukminin, dengan kedua tangannya ketika genteng itu dibawa diatas pundak ibunya. Demikian Al-Hasan masih bisa tetap tinggal di dalam lingkungan yang baik ini, sehingga ia bisa merengguk sumber air yang jernih yang terdapat dalam rumah-rumah ummahat al-mukminin, serta bisa berguru kepada para sahabat di Masjid Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam.
Maka pada masa ini Al-Hasan mempunyai kesempatan emas untuk menggali pengetahuan tentang As-sunnah an-nabawiyah yang suci, serta mendengarkan perkataan para sahabat, melihat kepribadian mereka. Sementara sebelum umurnya menginjak 14 tahun, ia telah menghafal al-Qur’an al-Karim, telah belajar menulis, berhitung, serta telah tertanam dalam dirinya pribadi ideal pada masa al-Faruq Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu, ia juga telah bertemu dengan Utsman, ketika ia menuangkan air dari ceret untuk beliau, dan ketika berkhutbah di masjid Nabawi. Yang paling terkesan dari pribadinya adalah kerendahan hati beliau, dimana suatu saat ia melihatnya sedang tidur di masjid sementara sorbannya diletakkan diatas kepalanya, dan apabila datang kepadanya orang-orang ia duduk di tengah-tengah mereka seakan-akan bagian dari mereka.
***

sifat dan keutamaan
Allah telah mengumpulkan di dalam diri Al-Hasan Al-Bashri beberapa kelebihan, potensi yang dapat mempengaruhi hati-hati manusia, serta mengangkat nilai agama dan agamawan di dalam masyarakat. Ia terkenal sebagai ulama’ yang berpengatuan sangat luas baik dalam bidang Tafsir maupun Hadits Rasulullah.
Bacaannyapun sangat luas, analisanya sangat mendalam terutama yang berkaitan dengan kehidupan, keberagaman tingkatannya, akhlaknya, penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat sekaligus pengobatannya. Ia bagaikan seorang dokter berpengalaman telah menjalankan praktek pengobatan dalam waktu yang cukup lama.
Selain itu, ia juga sangat fasih, logikanya indah, memiliki daya gugah terhadap pendengarnya … Al-A’masy berkata: “Al-Hasan selalu menyimpan hikmah di dalam dirinya sehingga ia ungkapkan”.
Ayyub As-Sakhtiyani berkata kepada Sufyan bin Uyainah: “Jika anda melihat Al-Hasan, pasti anda akan berkata bahwa anda belum pernah bertemu dengan seorang faqih sama sekali”.
Al-Hasan Al-Bashri juga sangat jujur dalam kebenaran, pemberani, tidak takut terhadap resiko yang ditimbulkan oleh perkataan dan perbuatannya, dimana sifat inilah yang menjadi rahasia pengaruh dalam hati, ketersihiran, dan ketundukan banyak manusia kepadananya, ………… Ia memiliki perasaan yang kuat, semangat yang menyala-nyala, termasuk orang-orang mukhlisin terbesar, mensinergikan antara kesafihan lisan dan kekuatan iman, benar-benar meyakini terhadap apa yang diucapkannya, serta berbuat sesuai dengan apa yang ia yakini, apa yang ia ungkapkan benar-benar keluar dari hati, maka ia masuk ke dalam hati.
Jka ia meyebutkan nama para Sahabat, atau mensifati akhirat, mengalirkan air mata, dan mengetarkan hati; karena ia benar-benar merasakan kenikmatan iman, dan berkata dari perasaan dan hati.
Diantara keistimewaan Al-Hasan Al-Bashri adalah bahwa perkataannya paling mirip dengan perkatan kenabian yang sering di dengar oleh banyak orang.
Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata: “Perkataan Al-Hasan Al-Bashri –semoga dirahmati oleh Allah- paling mirip dengan perkataan kenabian -‘Alaihimussalam-, dan paling dekat dengan petunjuk para sahabat -Radhiyallahu anhu-, semua perdapat menyapakati kebenaran hal ini.

Di Kota Bashrah
Ketika Al-Hasan berumur 14 musim semi dan menginjak dewasa, ia pergi bersama ayahnya ke Bashrah, lalu menetap di sana bersama keluarganya, karena inilah kemudian ia dinisbatkan kepada Al-Bashrah yang selanjutnya dikenal orang dengan nama Al-Hasan Al-Bashri.
Bashrah pada saat itu merupakan benteng keilmuan terbesar, masjidnya yang sangat megah itu selalu dipenuhi oleh para sahabat Nabi serta mayoritas tabi’in yang yang bertandang ke sana.
Halaqah-halaqah ilmu dalam berbagai disiplin turut menyemarakkan dan meramaikan sudut-sudut masjid dan mushalla.
Sementara itu Al-Hasan terus mengikuti halaqah Abdullah bin Abbas; yang sering dijuluki penerjemah (penagsir) al-quran dan tinta ummah. Kepadanya ia belajar tafsir dan hadits serta qiraat, di samping itu ia juga mengambil darinya dan ulama’ lainnya fikih, bahasa dan sastra serta disiplin ilmu lainnya hingga menjadi seorang yang alim, memiliki bangunan intelektual yang integral, faqih dan terpecaya.
Banyak orang datang kepada al-Hasan al-Basri untuk menimba ilmu yang sangat luas itu. Mereka berkumpul di sekelilingnya untuk mendengar ceramah-ceramah yang sungguh merupakan pelembut hati yang keras dan meneteskan air mata para pelaku maksiat. Pada akhirnya halaqah ini merupakan halaqah terbesar di Basrah, mampu menyedot banyak peminat, bagaikan bunga yang mampu menarik kumbang-kumbang, mengeluarkan hikmah yang dapat memikat hati, mereka meneladani kepribadian yang lebih baik dari bau kasturi. (edit sampai di sini).
Dengan demikian AL-Hasan al-Basri merupakan simbol keluasan wawasan serta melimpahnya keilmuan.
Tentang AL-Hasan, Rabi’ bin Anas berkata: “Aku berguru kepada AL-Hasan Al-Basri hampir sepuluh tahun, tiada hari kecuali aku mendengar hal yang belum aku dengar sebelumnya”.
Muhammad bin Sa’ad berkata: “AL-Hasan merupakan ulama’ yang menguasai ilmu secara integral, alim, tinggi, faqih, dipercaya, kata-katanya menjadi referensi, jujur, ahli ibadah, fasih, baik dan tanpan”.
Sementara Anas bin Malik berkata: “Bertanyalah kepada AL-Hasan, karena dia hafal sementara kita lupa”.
Qatadah juga berkata: “Tidak pernah aku membandingkan keilmuan AL-Hasan dengan keilmuan ulama’ lain, kecuali aku menemukan padanya kelebihan”.
Sementara Tsabit bin Qurrati al-Hakim al-Harrani mensifatinya sebagai berikut: “Ia merupakan bintang yang paling cemerlang; dalam keilmuan maupun ketaqwaan, dalam zuhud dan wara’, dalam iffah (kebersihan hati) dan kelembutan, dalam fikih dan wawasan, majlisnya mengumpulkan beragam manusia; yang ini mengambil hadits, yang lain mengambil takwil, yang satu mendengarkan halal dan haram, sementara yang satu lagi mendengarkan penuturannya dalam fawfa, ini belajar hukum dan peradilan, yang itu mendengarkan ceramah dan wejangan. Dalam semua disiplin yang disebut ia bagaikan lautan yang berombak, atau bagai obor yang sangat terang. Tidak lupa sikapnya dalam amar makruf-nahi mungkar di depan para penguasa, atau yang serupa dengan penguasa yang ia sampaikan dengan bahasa yang lugas, dan kata-kata yang jelas”.

Bersama Imam Ali Karramallahu wajhahu
Suatu hari Amir Mukminin Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah, masuk masjid Basrah, beliau mendapati seorang yang sedang menyampaikan kisah di hadapan jamaah, namun kisah-kisah yang ia sampaikan keluar dari kewajaran, dibesar-besarkan dan diada ada, maka Imam Ali mengusirnya dari Masjis sambil berkata: “Cerita-cerita bohong itu bid’ah”, … hingga akhirnya beliau sampai di halaqah Al-Hasan Al-Bashri yang saat itu juga sedang berceramah dihadapan banyak orang, begitu mendengarkan ceramah tersebut beliau langsung tertarik, maka beliau berkata: “Hai anak muda!, aku akan bertanya kepadamu dua perkara, jika engkau mampu menjawabnya, engkau akan membiarkanmu, jika tidak aku akan mengusirmu seperti aku mengusir temanmu itu”. “Silakan anda bertanya Wahai Amir al-Mukminin” jawab Al-Hasan Al-Bashri. Imam Ali Karramallahu Wajhah berkata: “Tunjukkan kepadaku, apa yang menyebabkan baik dan rusakannya agama?”. Al-Hasan Al-Bashri berkata: “kebaikan agama disebabkan oleh wara’, sementara kehancurannya disebabkan oleh ketamakan”. Al-Imam Ali karramallahu wajhah lalu berkata: “engkau benar, silakan terus berceramah, karena sepertimu layak untuk terus berceramah dihadapan orang banyak”.

Ajakan kepada zuhud
Al-Hasan Al-Bashri terus bergerak mengajak orang kepada zuhud, dan ketaqwaan, bisa disebut bahwa ia merupakan orang pertama yang meletakkan prinsip-prinsip dasar zuhud, metode muhasabah diri, serta mengangkat posisi khauf dan raja’ (harap dan cemas). Beliau sering berkata: “Sesungguhnya harap dan cemas merupakan tiang pokok penyanggah bagi seorang mukmin, dengan catatan bahwa cemas baginya lebih kuat dari harap, karena jika harap lebih dominan dari cemas, akan mengakibatkan rusaknya hati”.
Ia juga berkata: “sesungguhnya seorang mukmin akan merasa bersedih di pagi hari dan sore hari, dan tidak ada jalan lain kecuali itu, karena sesungguhnya ia akan selalu berada diantara dua ketakutan; antara dosa yang telah lalu, dia tidak tahu apakah yang akan diperbuat oleh Allah terhadapnya, dan masa yang masih tersisa; yang ia tidak tahu musibah apa yang bakal menimpanya”.
“Wahai anak manusia injakkan telapak kakimu ke bumi, karena sesungguhnya sebentar lagi engkau akan menginjak kuburmu, engkau aka menghancurkan umurmu begitu engkau keluar dari rahim ibumu”.
“Wahai anak manusia, sesungguhnya engkau adalah hari-hari, semakin hari itu pergi maka sebagian dari dirimu telah pergi”.
Tidak hanya berhenti di sini, Al-Hasan Al-Bashri dengan gigih memerangi penyelewengan, ketamakan, serta mengajak orang sekitarnya untuk meninggalkan ambisi untuk mendekati orang-orang kaya, selalu mendatangi para raja dan penguasa, seraya berkata: “jangan engkau melihat kepada kemuliaan kehidupan mereka, dan kemewahan furniture (perabot) mereka, tapi hendaknya engkau melihat cepatnya, dan jeleknya akibat mereka”.
Al-Hasan juga memiliki pengajian khusus di rumahnya, hampir tidak pernah berbicara kecuali tentang masalah-masalah zuhud dan ilmu-ilmu akherat, jika ditanya seseorang tetang masalah lain, ia selalu menghindar seraya berkata: “Sesungguhnya kami berkumpul di sini sama-sama untuk saling mengingat”.
Suatu hari seorang pendeta lewat di hadapnnya, satu diantara keduanya berkata: “Mari kita dekati orang yang mirip dengan ciri-ciri al-masih, kita ingin lihat apa yang ia miliki”. Setelah mereka mendekat kepadanya keduanya mendengar ia sedang berkata sebagai berikut: “Betapa anehnya sebuah kaum yang diperintahkan untuk mengambil bekal, diajak untuk kembali, dari awal sampai akhir mereka di tahan untuk menunggu giliran menghadap Tuhan mereka, setelah itu mereka terombang-ambing dalam kemabukan!!! … lalu al-Hasan menangis hingga jenggotnya basah.
Kedua pendeta itu kemudian berkata: “Cukup sudah apa yang kita dengar dari orang ini”, lalu mereka pergi.

Satu kebaikan dengan sepuluh kali lipat balasan
Setelah shalat dhuhur … seorang pengemis mengetuk pintu al-Hasan … mendengar ketukan itu pembantu segera datang membuka pintu …. Dari dalam al-Hasan berkata: “Siapa yang mengetuk pintu?”. “seorang pengemis tuan”; jawab pembantu. “berilah makanan yang kita punyai” sahut al-Hasan. Sementara di rumah itu hanya ada sepuluh butir telur … pembantu itu segera memberikan sembilan butir telur saja, sementara satu butir lagi ia simpan untuk jaga-jaga jika kelaparan. Ketika sang pengemis telah pergi terdengar ketukan kembali, al-Hasan bertanya: “siapa yang mengetuk pintu?”, “Tamu … wahai Imam…”; jawab pembantu. “Persilahkan masuk, dan lihat apa yang sedang ia bawa”, “beliau membawa sembilan puluh telur tuan”, jawab pembantu. Sambil menggeleng gelengkan kepala, al-Hasan berkata: “Kamu telah menahan sepuluh butir telur untuk kita, … apa kamu tidak tahu bahwa Allah telah berfirman: “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”. (Al-A’raf: 160).

Kerinduan batang pohon
Suatu hari Al-Hasan Al-Bashri berbicara dengan teman-temannya: “Suatu saat Rasulullah Sallahu ‘alaihi wasallam, menyampaikan hutbah jum’at di samping sebatang kayu, yang jadikan sandaran punggungnya, maka ketika para jama’ah sudah banyak datang, Rasulullah bersabda: “Buatkan saya mimbar yang memiliki dua pintu (tangga) … maka ketika beliau berdiri diatas mimbar untuk berkhutbah, batang pohon rindu kepada Rasulullah Saw !!.
Orang-orang juga mendengarkan betapa, kayu itu terus rindu hingga Rasulullah turun mendekatinya, lalu memeluknya, kayu itu kemudian diam”.
Setelah Al-Hasan Al-Bashri selesai menceritakan kisah ini, ia menangis tersedu-sedu, lalu berkata: “Wahai hamba Allah, jika sepotong kayu merindukan Rasulullah, maka kalina lebih berhak untuk merindukan pertemuan dengan Beliau”.

Sifat para sahabat
Ketika sekelompok orang yang menghadiri majlis al-Hasan memintanya untuk menceritakan kepada mereka sifat-sifat para sahabat Rasulullah Saw, ia menangis seraya berkata: “Tanpak pada mereka ciri-ciri kebaikan dalam sikap dan karakter, petunjuk, kejujuran, tanpak kesederhanaan dalam pakaian mereka, rendah hati dalam berjalan, logika mereka dengan bekerja, makanan dan minuman mereka dari rizki yang baik, ketaatan mereka dengan ketaan kepada Allah, pegangan mereka adalah kebenaran baik dalam hal yang mereka sukai atau benci, pemberian kebenaran mereka dari diri mereka, …. Haus, badan mereka kurus, mereka tidak memperdulikan kemarahan makhluk untuk mendapatkan ridha pecipta, tidak berlebihan saat marah, tidak …. Dalam kedhaliman, tidak pernah melanggar hukum Allah dalam al-Qur’an, lisan mereka selalu disibukkan oleh dzikir, mengobarkan darah mereka jika mereka diminta untuk membantu, mengobarkan harga mereka jika diminta pinjaman, tidak dihalangi oleh ketakukan mereka kepada makhluq, … akhlaq mereka baik, bekal dunia yang sedikit cukup untuk menuju akherat”.

Mulai dari dirimu
Pada hari jum’at … sebelum al-Hasan naik minbar, ia di datangi seorang laki, membisikkan sesuatu di telinganya: “Wahai Imam, berbicalah tentang keutamaan membebaskan hamba sahaya, dan anjurkanlah mereka untuk melakukannya”.
Lalu orang itu berlalu diantara para jamaah, mendengarkan khutbah al-Imam, … anehnya … al-Hasan tidak berbicaralah sama sekali tentang masalah pembebasan budak ini !!!
Pada jum’at berikutnya, datang laki-laki itu kembali untuk mendengarkan khutbah al-Hasan, … namun sama seperti jum’at yang lalu, ia tidak berbicara tentang pembebasan budak.
Jum’at demi jum’at berlalu, … pada jum’at ke empat baru al-Hasan berbicara tentang keutamaan pembebasan budak dan menganjurkan jama’ah untuk melakukan hal itu, laki-laki itu sangat heran dengan tindakan al-Hasan !!
Dengan al-Hasan menjawab: “Saudaraku … tidak layak bagi saya untuk berbicara di hadapan jama’ah, hingga saya telah mempunyai uang … sehingga saya bisa pergi ke pasar untuk membeli budak untuk saya bebaskan, apa anda ingin saya masuk dalam daftar yang diperingatkan oleh Allah ta’ala dalam firman Nya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir (QS. 2:44).

Balasan ghibah
Al-Hasan Al-Bashri sangat mencela ghibah seraya berkata: “sungguh ghibah itu lebih cepat di dalam agama seorang mukmin dari jamuan makan di dalam jasadnya”.
Suatu hari seorang berkata kepada al-Hasan: “sesungguhnya fulan telah berbicara jelek (ghibah) tentang anda”. Ternyata al-Hasan malah memberinya kue, seraya berkata: “aku dengar bahwa anda telah menghadiahkan kepadaku kebaikan anda, maka saya bermaksud membalasnya”.
Suami yang sholeh
Seorang laki-laki datang kepada al-Hasan untuk meminta pertimbangan seraya berkata: “Wahai Bapak Sa’id, saya memiliki anak perempuan yang aku cintai, ia sedang di pinang oleh pecinta dunia, menurut anda kepada siapa saya harus menikahkan anak saya?. Al-Hasan menjawab: “nikahkan kepada orang yang bertaqwa, karena jika ia mencintainya ia pasti akan memuliakannya, tapi jika ia tidak menyukainya ia tidak akan mendhaliminya”.
Ketika yang bersangkutan datang untuk meminang putri Bapak itu, ia menghadiahkan seratus ribu dinar. Ibunya berkata: “Nikahkanlah anak kita, aku suka mahar itu, bukanlah engkau melihat bagaimana ia telah berkorban untuk anak kita?.
Al-Hasan berkata: “Sesungguhnya seorang yang memberikan mahar sebesar seratus ribu dirham, pasti orang bodoh yang sombong (sok), orang seperti ini tidak layak untuk diharapkan dinikahkan, dan tidak layak diharapkan sebagai besan”.
Akhirnya ia menolak untuk menikahkan putrinya, dan dinikahkan dengan seorang yang shaleh.

Sebuah kaum tidak akan sesat jika diantara mereka ada al-Hasan
Akhirnya masalah Al-Hasan Al-Bashri menyebar di seluruh negara, dan iapun menjadi buah bibir masyarakat.
Ketika seorang badui Bashrah datang ke kota, ia bertanya: “siapa tokoh kota ini?”. “al-Hasan bin Abi al-Hasan” jawab masyarakat. Badui itu kembali bertanya: “Dalam hal apa dia ditokohkan oleh kaumnya?”. “Dia tidak membutuhkan masalah dunia yang da ditangan mereka, sementara masyarakat sangat membutuhkan urusan agama yang ia miliki”. Jawab masyarakat.
Sang badui berkata kembali: “Wallahi, beginilah seharusnya seorang tokoh yang sesungguhnya”.
Tidak hanya itu, para kholifah dan penguasa selalu menanyakannya, mengikuti kabar tentangnya, maka maslamah bin Abdi al-Malik bertemu Khalid bin Shafwan di al-Hirah, ia berkata: ”Wahai Khalid !, ceritakan kepadaku tentang Hasan Bashri !, Kholid bin shofwan berkata: “Semoga Allah memperbaiki kondisi Amir (gubernur), saya akan bercerita tentang al-Hasan kepada tuan berdasarkan ilmu, karena kebetulan saya tetangganya, dan selalu mendampinginya dalam setiap majlis, dan paling tahu tentang al-Hasan se Bashrah”.
Lalu Khalid bin Sofyan mulai menceritakan tentang al-Hasan kepada Maslamah bin Abdul Malik, seraya berkata:
“Kondisi yang tersembunyi sama persis dengan kondisi yang nampak, perbuatannya sama dengan perkataannya, jika ia duduk (tidak mengerjakan sesuatu, ia segera beranjak untuk mengerjakannya), dan jika ia sedang berdiri (mengerjakan sesuatu) ia akan duduk diatasnya (akan tekun mengerjakannya), jika ia diperintahkan untuk mengerjakan sesuatu ia orang yang paling giat mengerjakannya, jika dilarang untuk tidak melakukan sesuatu ia paling menjauhinya, saya melihat ia tidak pernah membutuhkan manusia, namun saya melihat bahwa orang-orang sangat membutuhkannya”.
Lalu Maslamah bin Abdu al-Malik berkata: “cukup ya Khalid, bagaimana sebuah kaum akan tersesat jika orang seperti ini ada diantara mereka”.

Al-Hasan dan (bersama) Umar bin Abdu al-Aziz
Ketika Umar bin Abdu al-Aziz; Kholifah Rasyidin kelima memerintah, ia menulis surat kepada Al-Hasan Al-Bashri sebagai berikut:
“Tulislah untukku wahai Aba Sa’id, tentang Imam yang Adil, dimana dia, dan darimana umat bisa mendapatkannya?”
maka al-Hasan membalas surat tersebut sebagai berikut:
“Wahai Amir al-Mukmini, semoga menghibur anda dengan taman kemikmatannya, dan menjadikan anda bertamasya di taman penciptaanya … ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah menjadikan seorang Imam Adil akan menjadi pelurus bagi setiap orang yang melenceng, bagi setiap yang dzalim, memperbaiki setiap yang rusak, menjadi penguat bagi yang lemah, setiap yang di dzalimi, mafza’an likulli malhuf.
Pemimpin yang adil seperti pengembala yang pengasih, tegas namun pemurah yang selalu membawa dombanya ke sebaik-baik tempat pengembalaan, menjauhkan dari tempat yang membahayakan, menjaganya dari binatang buas, melindungi dari sengatan panas dan dingin.
Pemimpin yang adil seperti Bapak yang menyayangi anaknya, selalu berbuat untuknya saat kecil dan mengajarinya saat dewasa, membiayai mereka ketika masih hidup, dan menyimpan untuk mereka ketika telah meninggal.
Pemimpin yang adil itu seperti Ibu yang sangat sayang, baik dan selalu menyertainya, mengandung anaknya serta melahirkan mereka dengan susah payah, tidak tidur ketika sang anak tidak tidur, dia istirahat ketika mereka istirahat, menyusui dan menyapihnya, ia sangat bahagia ketika mereka sehat, serta sangat memperhatikan syikayatihi.
Pemimpin yang adil seperti penerima wasiat bagi anak-anak yatim, atau bendahara orang-orang miskin; yang mendidik anak-anak kecil mereka, dan membiayai yang besar.
Pemimpin yang adil itu seperti hati; yang berada diantara fisik, dia akan baik dengan kebaikannya secara umum, dan akan hancur dengan kehancurannya.
Pemimpin yang adil itu selalu menjalankan hak Allah dan hambaNya, mendengarkan Firman Allah dan memperdengarkan kepada mereka, memberikan penjelasan kepada mereka akan nikmat Tuhan mereka sehingga mereka menjadi tahu, serta terus mengajak serta memimpin mereka kepada perintah Allah Ta’ala.
Saya berharap wahai Amir al-Mukminin bahwa andalah pemimpin itu dengan izin Allah.
Jika bukan karena perintah Allah untuk menasehati anda, maka anda dengan hidayat yang diberikan oleh Allah, taufiq petunjuk yang telah dianugerahkan Allah kepada anda, maka anda tidak akan membutuhkan nasehat lagi, namun Allah mengambil janji kepada para ulama’ untuk selalu memberikan penjelasan kepada manusia serta tidak menutupinya”.
Ketika Umar bin Abdu al-Aziz menerika surat ini, ia membalas dengan surat sebagai berikut:
“Tuliskan kepadaku wahai Aba Sa’id tentang keburukan dunia (celaan terhadap dunia)”.
Diantara apa yang ditulis oleh Al-Hasan adalah sebagai berikut:
“ … Wahai paduka Amir al-Mukminin, dalam menghadapi dunia hendaklah anda berperan sebagai dokter yang mengobati lukanya dengan hati-hati supaya tidak mengakibatkan hal-hal yang tidak disukai –dikemudian hari-, kesabaran dalam menghadapi serangannya itu lebih mudah dari menahan bencana di kemudian hari, orang yang cerdas adalah yang berhati-hati bukan yang berbangga diri, karena sesungguhnya dunia itu sangat menipu, membebani dan mengelabuhi, terkadang ia (dunia) itu masuk dalam angan, menghiasi pidato para propagandisnya, ia bagaikan pengantin putri, disorot oleh semua mata, dan di tuju (diimpikan) oleh semua hati, padahal –demi Tuhan yang mengutus Muhammad dengan kebenaran- ia akan menjadi pembunuh bagi para suaminya, maka berhati-hatilah anda wahai Amir al-mukminin untuk bisa kerasukan, berhati-hatilah terhadap … , karena kemakmuran itu selalu disertai oleh kesengsaraan dan kesusahan, maka berada dalam kondisi statis akan mengantarkan kepada kehancuran … ”.
ketika surat ini sampai kepada Umar bin Abdu al-Aziz; khalifah yang adil itu, ia menangis hingga orang yang disampingnya merasa kasihan kepadanya. berkata: “Semoga Allah memberikan rahmat kepada al-Hasan!, sesungguhnya ia masih terus menjadi penggugah kita dari kesetatisan, serta mengingatkan kita dari kelalaian, Demi Allah apa yang ia nasehatkan sangat me, betapa benar dan fasihnya apa

Kedatangan seorang da’I
Dalam mengarungi hidup selama kurang lebih 88 tahun, kehidupan Al-Hasan Al-Bashri dipenuhi oleh ilmu, hikmah dan fikih … pengaruhnya menghujam di tengah-tengah masyarakat, mendiaknosa penyakit-penyakit mereka, mengkritik dengan kritikan orang bijak dan penuh kasih, menasehati dengan kasih sayang, yang pada akhirnya hati-hati terkumpul untuk mencintainya, serta mengakui keutamaannya.
Tidak hanya wejangan dan khutbah yang disampaikannya, lebih dari itu al-Hasan sangat memperhatikan pembinaan terhadap siapa saja yang berinteraksi dengannya, mempergauli mereka, dengan demikian ia mensinergikan antara dakwah dan pengarahan, antara pembinaan langsung dan pembinaan mental dan ruhani; maka tidak heran jika ia mampu memberikan hidayat kepada orang banyak dalam jumlah yang tidak bisa dihitung, sehingga mereka bisa merasakan masnisnya iman serta menghiasi diri mereka dengan kebenaran Islam.
Benar apa yang disampaikan oleh Awwam bin Hawsyib: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih mirip dengan al-Hasan kecuali Nabi, hidup selama 60 tahun di tengah kaumnya untuk mengajak kepada Allah”.
Pada malam jum’at tanggal 1 Rajab tahun 110 H, Al-Hasan Al-Bashri memenuhi panggilan Tuhannya … maka ketika pagi menyingsing, dan orang-orang mulai mendengar berita kematiannya, kota bashrah berguncang dengan kematian ini.
Seorang laki-laki menemui Muhammad bin Sirin, dan berkata kepadanya: “al-Hasan telah wafat”. Maka secara spontanitas Ibnu Sirin mendo’akan untuknya agar mendapatkan rahmat dari Allah, wajahnya berubah, serta diam seribu bahasa, tidak berbicara sampai tenggelamnya matahari, orang-orangpun mencoba untuk tidak berbicara dengannya karena kesedihan yang mereka lihat diwajahnya.
Lalu Al-Hasan Al-Bashri segera dimandikan dan dikafani, kemudian disholati setelah shalat jum’at di Masjid yang selama hidupnya ia pergunakan sebagai seorang ‘Alim, guru serta da’I kepada jalan Allah.
Setelah itu orang-orangpun turut mengantarkan janazahnya, hingga shalat ashar tidak sempat ditunaikan di masjid Jami’ Bashrah, karena tidak ada seorangpun yang beranjak untuk menunaikan shalat ashar.
Dan belum diketahui sebelumnya bahwa shalat ashar tidak ditunaikan di masjid Jami’ Bashrah –sejak dibangunnya- kecuali hati itu.
Di sorga dan mata air
Ketika seorang membesuk Al-Hasan Al-Bashri pada sakit terakhirnya, ia tidak mendapatkan di rumahnya apapun … tidak ada kasur, tidak ada karpet, tidak ada bantal, tidak ada tikar. Di sana hanya ada dipan dan al-Hasan tergeletak diatasnya.
Para pembesuk berkata: “Wahai Aba Sa’id, bekali kami beberapa kalimat yang bisa bermanfaat bagi kami.
Al-Hasan berkata: “Aku membekali kalian dengan tiga kalimat, lalu pergilan kalian, ku mohon kalian meninggalkan meninggalkanku: terhadap apa yang dilarang, hendaklah kalian paling jauh darinya, dan terhadap apa yang diperintahkan, hendaklah kalian orang yang paling banyak berbuat, dan ketahuilah bahwa langkah kalian ada dua: satu langkah untukmu (akan mendatangkan manfaat bagi kalian) dan satu langkah bagimu (membawa bencana bagi kalian), maka perhatikanlah dengan baik kemana kaian pergi”.
Dan ketika dia mendekati sakarat al-maut, ia , lalu berkata: “Inna lillah wa inna ilaihi rajiun”.
Lalu dia pingsan, kemudian sadar kembali seraya berkata: “kalian telah mengingahkan saya tentang sorga dan mata air, serta tempat yang sangat indah-indah”.

Pujian
Imam al-Hafidz Abu Na’im al-Asfahani dalam bukunya “Hilyatu al-Auliya’” berkomentar tentang Al-Hasan Al-Bashri: “Selalu ditemani oleh takut dan sedih, bersahabat dengan kegelisahan dan sedih, jauh dari tidur dan istirahat … seorang faqih yang zahid, sangat giat dan ahli ibadah, membuang jauh-jauh dunia, serta membuang syahwat diri”.
Abu Burdah berkata: “saya tidak melihat seseorang yang lebih mirip dengan para sahabat Rasulullah dari dia (Al-Hasan Al-Bashri).
Qatadah berkata: “Ikuti selalu syeikh ini, karena aku tidak melihat seorang yang lebih mirip dengan Umar kecuali dia”. “Tidak ada seseorang yang lebih sempurna kesatriaannya (keluhuran budinya) dari pada al-Hasan”.
Mathar al-warraq berkata: “ketika al-Hasan muncul, seakan-akan dia datang dari akherat, lalu bercerita tentang apa yang ia lihat disana”.
Tsabit bin Qurrah al-Hakim al-Harrani juga berkata: “sesungguhnya al-Hasan itu bagian dari umat Muhammad yang bisa dibanggakan atas umat lainnya”.

Pelembut Hati; Kumpulan nasehat dan petuah al-Hasan
Diantara Peninggalan terbesar yang diwariskan oleh Al-Hasan Al-Bashri kepada umat Islam adalah nasehat-nasehat pelembut hati; yang sepanjang zaman menjadi penghibur (musim semi) bagi hati, serta nasehat yang mengetarkan dan terus menerus mengetarkan hati serta meneteskan air mata, menunjukkan orang-orang yang sesat kepada Allah Azza wajalla, mengingatkan orang-orang yang lalai akan hakekat dunia, dan kondisi manusia dengannya.
Nasehat dan petuah Al-Hasan Al-Bashri menggabungkan antara kekuatan dan kemudahan; yang merupakan ciri khas pembicaraan pada masa Sahabat Rasulullah Saw. Biasanya pembicaraan tersebut membahas seputar: pendeknya kehidupan ini, pengkhianatan dunia, kekalnya akherat, anjuran kepada Iman dan amal shaleh, taqwa serta takut, mengingatkan akan kecongkakan jiwa dan panjangnya angan … dan ketika sudah sampai ke batas titik ini biasanya menimbulkan kesedihan, serta mengetarkan hati.

Empat kondisi
Al-Hasan berkata: “Barang siapa yang memiliki empat kondisi, maka Allah akan mengharamkannya atas neraka, melindungi darinya dari syaitan: barang siapa yang menguasai dirinya ketika timbul kemauan, ketika takut, ketika datang syahwat, dan ketika marah”.

Sifat-sifat seorang mukmin
“mukmin itu lemah lembut, bertaqwa dan bersih hatinya, suci dan selalu ridla, tidak terjeblos ke lubang dua kali, pucat wajahnya, rambutnya acak-acakan, sedikit makannya, serta cerdas dalam masalah agamanya.
Mukmin itu harus tenang, menghormati tetangga, tunduk kepada penindas/lalim, lari dari siksaan api neraka, jiwanya menyaksikan makrifatillah, sedangkan fisiknya selalu menyebut Allah, tangannya terbentang untuk kebaikan, selalu mengintropeksi dirinya dengan susah payah, sementara banyak manusia bersantai ria.
Seorang mukmin adalah seorang yang jujur jika berjanji, dekat dengan keridhaan, jauh dari amarah, cepat mengetahui jika diajari, serta faham jika difahamkan, siapa saja yang bergaul dengannya dia akan selamat serta mendapatkan sesuatu, sempurna akalnya, banyak amalnya, sedikit angannya, baik budinya, serta menyimpan kemarahan”.

Mukmin dan Munafik
Dalam menafsirkan firman Allah: “"Ambillah, bacalah kitabku (ini), Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku”. (QS. 69:19-20), al-Hasan berkata: “sesungguhnya seorang mukmin selalu berbaik sangka terhadap Tuhannya, maka dia bekerja dengan profesional, dan sesungguhnya seorang munafik selalu berburuk sangka maka dia sangat buruk prestasi amalnya”.

Tanda-tanda Orang bertaqwa
Al-Hasan Al-Bashri berkata: “wahai anak adam, perbuatan kamu adalah perbuatan kamu … maka sesungguhnya ia adalah daging dan darahmu, maka lihatlah dalam kondisi bagaimana anda bertemu mendaptkan pekerjaanmu, sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu mempunyai ciri-ciri yang dapt diketahui dengan jelas yaitu: jujur dalam berbicara, menepati janji, menyambung tali asih, mengasihi orang-orang lemah, tidak sombong dan congkak, selalu mengerjakan kebaikan, tidak menyombongkan diri di hadapan manusia, baik budinya, lapang akhlaqnya terhadap semua yang mengantarkan kepada Allah azza wa jalla.
Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau melihat perbuatanmu akan ditimbang; baik ataupun buruk, maka jangan sekali-kali meremehkan kebaikan walau kecil, karena jika kalian melihatnya dengan seksama maka posisinya akan menyenangkanmu, dan jangan menghina kejelekan sekecilpun, karena jika kalian melihat maka posisnya akan menyedihkanmu.
Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk akheratmu, engkau akan untung keduanya, dan janganlah engkau jual akheratmu dengan duniamu, engkau akan rugi keduanya”.

Hamba-hamba Allah
Al-Hasan al-Basri berkata: “sesungguhnya Allah memiliki hamba, sebagaimana ia melihat penghuni sorga kekal di dalam sorga, Ia melihat penghuni neraka kekal di dalam neraka … hati-hati mereka selalu di rundung sedih, selalu percaya bahwa keburukan selalu mengancam, kebutuhan mereka sangat ringan, jiwa mereka suci … mereka sabar dalam waktu singkat namun membuahkan kesenangan panjang, adapun di malam hari telapak kaki mereka selalu berjabat tangan, air mata mengalir diatas pipi mereka, mengaduh kepada Tuhan mereka: “Wahai Tuhan kami … Tuhan kami”, sementara di siang hari mereka menjadi sosok yang penyayang, ulama’, orang-orang baik dan bertaqwa, mereka seperti qidah (koali) jika dilihat seperti orang sakit, namun mereka sama sekali bukan orang sakit, atau jika digauli, maka mereka akan tersebut masalah akherat yang sangat penting”.

No comments: